Pengaruh Pemberian Pupuk terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Karagenan Rumput Laut Kappaphycus striatum
Rumput laut di sektor perikanan berpotensi menyumbang devisa sebesar Rp. 79,984 triliun pertahun (Dahuri, 2004). Tercatat ekspor rumput laut Indonesia telah menembus 21 negara di dunia selama tahun 2006, dengan total volume 12.900 ton senilai 4,8 juta US$ (Anonim, 2006).
Wilayah pesisir Sulawesi Selatan merupakan salah satu kawasan yang memiliki produktivitas hayati yang sangat tinggi, mengingat daerah ini mendapatkan masukan unsur daratan melalui aliran air sungai dan aliran air permukaan ketika hujan serta penyinaran matahari sepanjang tahun. Kondisi ini memungkinkan terjadinya proses fotosintesa secara optimal bagi tumbuhan, algae dan terumbu karang (Saenong, 2002). Rumput laut (Euchema sp) termasuk alga laut yang hidup melekat pada substrat di dasar laut merupakan salah satu produk perikanan unggulan di Sulsel (Anonim, 2002).
Rumput laut memiliki banyak manfaat untuk berbagai keperluan terutama sebagai bahan baku dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, pupuk, tekstil, kedokteran dan lain-lain. Menurut Saenong (2002), manfaat rumput laut adalah sebagai tambahan industri makanan dan pupuk organik, kosmetika dan obat-obatan serta menjamin kelestarian lingkungan semberdaya perikanan dan menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat pesisir.
Rumput laut sebagai tanaman memerlukan nutrien dari air laut untuk tumbuh. Unsur utama yang banyak dibutuhkan adalah nitrat dan fosfat. Kedua unsur tersebut sering digunakan sebagai pupuk. Menurut Aslan (1998), untuk pertumbuhan dan perkembangan rumput laut sangat diperlukan kualitas cahaya serta zat hara yang cukup seperti nitrat dan fosfat. Ini diperlukan sebagai bahan dasar penyusunan protein dan pembentukan klorofil dalam proses fotosintesis.
Berbeda dengan pemupukan di perairan tertutup seperti kolam, pemupukan rumput laut di laut terbuka diperkirakan tidak efektif, karena akan hilang terbawa arus perairan sebelum digunakan oleh rumput laut yang dipelihara. Beberapa petani rumput laut di kabupaten Polman Sulbar sering menggunakan pupuk yang ditempatkan dalam kaos kaki yang ditempatkan pada bagian terluar area budidaya, namun pengujian secara ilmiah belum pernah diterapkan. Untuk mengetahui apakah pemberian pupuk pada area budidaya rumput laut memberikan pengaruh atau tidak, maka perlu dilakukan penelitian tentang pemberian pupuk dengan metode penyimpanan pupuk pada kantong yang ditempatkan di ujung depan bentangan berlawanan dengan arah datangnya arus.
Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan karagenan rumput laut Kappaphycus striatum di perairan pantai Desa Kupa, Kabupaten Barru.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi bagi petani dalam usaha budidaya rumput laut sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi rumput laut yang dihasilkan serta menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.
Metode
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember – Januari 2008, di perairan pantai Desa Kupa, Kabupaten Barru. Analisis kualitas air dan kandungan karagenan di lakukan di laboratorium kualitas air Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan Uninversitas Hasanuddin.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: thermometer, handrefraktometer, pH tester, layangan arus, secchi disk, patok skala, spektrofotometer, tali polietilen, tali rapia, pelampung dan jangkar.
Bahan yang digunakan antara lain: rumput laut jenis Kappaphycus striatum (diambil dari Desa Punaga, Kec. Mangarabombang, kab. Takalar dan ada pula yang diambil dari kab. Bantaeng), pupuk urea, bahan pada metode titrasi, pengukuran fosfat, nitrat, amoniak dan bahan organik.
Prosedur Penelitian
Pembuatan kerangka tali pematang atau tali induk digunakan tali dengan diameter 10 inchi. Tali induk dipasang berbentuk persegi panjang, dengan ukuran 4 m x 5 m. Pemasangan tali bentangan diameter 5 mm dengan panjang 6 cm. Jarak antara bentangan satu dengan bentangan berikutnya adalah 100 cm. Setiap perlakuan terdiri dari 4 bentangan. Tiap sudutnya digantungkan pemberat untuk menstabilkan bentuk dari kerangka tali utama. Pemasangan pelampung pada tali utama sebanyak 4 buah pada tiap perlakuan dengan volume 25 liter untuk mempertahankan agar kerangka tetap mengapung. Serta pemasangan pelampung berupa botol pelastik pada tiap bentangan agar bentangan tidak kendor.
Penanaman rumput laut menggunakan metode apung, yang terdiri dari metode tali tunggal. Sebelum ditanam, bibit rumput laut terlebih dahulu dibersihkan dan ditimbang dengan berat masing-masing tiap rumpun 100 g. Bibit tersebut kemudian diikat dengan menggunakan tali rapia pada percabangan thallusnya dan selanjutnya diikat pada tali bentangan. Jarak antara rumpun adalah 30 cm.
Pada perlakuan lain, prosedurnya sama yaitu menggunakan metode tali tunggal, yang membedakannya adalah pada penggunaan botol plastik yang berisi pupuk urea yang diikatkan masing-masing pada ujung bagian depan setiap bentangan berlawanan dengan arah datangnya arus.
Pemberian pupuk dilakukan 2 kali dalam seminggu, 3 hari sekali. Cara pemberiannya dengan menimbang pupuk sesuai dosis kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik (botol aqua) yang telah dilubangi dengan menggunakan jarum. Dosis pupuk yang diberikan adalah 18 ppm atau sekitar 42 g yang dibagi pada enam titik. Setiap titik berisikan 8 g pupuk.
Untuk perawatannya, setiap hari dilakukan pembersihan tanaman dari organisme penempel dan pemotongan bagian tanaman yang terkena penyakit serta pemeriksaan tanaman yang hilang karena hanyut atau dimakan oleh predator.
Pengukuran Peubah
Beberapa peubah utama yang diamati dalam penelitian ini adalah:
a. laju pertumbuhan spesifik harian.
Untuk mengukur laju pertumbuhan spesifik harian, parameter yang diamati adalah laju pertumbuhan berat rumput laut yang diperoleh melalui penimbangan sekali dalam seminggu selama 45 hari dan dihitung dengan rumus yang dikemukakan oleh Fortes (1989):
ln Wt – ln Wo
SGR = x 100 %
t
Keterangan :
SGR = Laju pertumbuhan spesifik harian rumput laut (%/hari)
Wt = Berat rumput laut pada waktu t (g)
Wo = Berat awal rumput laut (g)
t = lama pemeliharaan (hari)
b. Produksi
Pengukuran produksi setelah panen. Pemanenan dilakukan ketika rumput laut berumur 6 minggu atau sekitar 45 hari. Untuk mengukur produksi, maka parameter yang diamati adalah berat akhir dari tanaman. Menurut Fortes (1989) produksi dihitung sebagai berikut:
Wt – Wo
P =
A
Keterangan:
P = Produksi rumput laut (kg/m2)
Wt = Berat akhir rumput laut (kg)
Wo = Berat awal rumput laut (kg)
A = Luas area pemeliharaan (m2)
c. Kandungan karagenan
Pengukuran kandungan karagenan dari sampel yang telah dikeringkan dilakukan di laboratorium Kualitas Air Universitas Hasanuddin Makassar sesuai prosedur yang terdapat dalam lampiran.
Untuk mengukur persentase kandungan karaginan rumput laut digunakan rumus sebagaimana yang dikemukakan oleh Susanto dkk. (1978) :
Kandungan Karaginan = Berat serat karaginan x 100 %
Berat sampel kering
Parameter Kualitas Air
Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran berupa parameter kualitas air seminggu sekali yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
No. Kualitas Air Alat Ukur Frekuensi Keterangan
1 Suhu Thermometer 3 x / minggu Insitu
2 Salinitas Salinitas 3 x / minggu Insitu
3 pH pH Tester 3 x / minggu Insitu
4 Kecepatan Arus Layangan Arus 3 x / minggu Insitu
5 Kecerahan Secchi disk 1 x / minggu Insitu
6 Kedalaman Patok skala Sekali Insitu
7 Nitrat (NO3-) Spektrofotometer 1 x / minggu Laboratorium
8 Phosphat (PO4-) Spektrofotometer 1 x / minggu Laboratorium
Perlakuan
Penelitian ini terdiri dari 2 perlakuan yaitu penggunaan pupuk dan tanpa pupuk yang masing-masing terdiri dari 4 ulangan (bentangan).
Analisa Data
Untuk mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan penggunaan pupuk urea terhadap pertumbuhan dan produksi rumput laut Kappaphycus striatum maka dilakukan uji t (Gaspersz, 1994). Sedangkan untuk keraginan tidak dilakukan uji t-student karena bersifat deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laju Pertumbuhan Spesifik Harian
Hasil perhitungan laju pertumbuhan spesifik harian rumput laut Kappaphycus striatum baik yang menggunakan pupuk maupun tanpa pupuk dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2. Sedangkan rata-rata laju pertumbuhan spesifik harian (%) rumput laut Kappaphycus striatum setiap perlakuan selama 7 minggu pemeliharaan disajikan pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Rata-rata laju pertumbuhan spesifik harian (%) rumput laut Kappaphycus striatum pada setiap perlakuan selama penelitian.
Perlakuan Laju pertumbuhan spesifik harian (%)
Terendah Tertinggi (Rata-rata ±SD)
Pupuk 2,26 7,00 3,57±0,14a
Tanpa pupuk 2,36 6,73 3,53±0,24a
Ket: Huruf yang sama dilakukan angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 (P>0,05)
Laju pertumbuhan spesifik harian K. Striatum yang dibudidayakan dengan penambahan pupuk berkisar antara 2,26 – 7,00 % dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,57 ± 0,14 %, sedangkan laju pertumbuhan rumput laut yang tanpa penambahan pupuk berkisar antara antara 2,36 – 6,73 % dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,53 ± 0,24 %.
Berdasarkan tabel tersebut di atas dan hasil uji statistik (uji student) (lampiran 3) dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) antara laju pertumbuhan rumput yang dibudidayakan tanpa penambahan pupuk. Hal ini disebabkan karena pupuk yang diberikan selama pemeliharaan tidak sepenuhnya dimanfaatkan oleh rumput laut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Patadjai (2007) bahwa nitrat dimanfaatkan oleh alga untuk metabolisme dengan bantuan enzim reduktase yang dihasilkannya. Masa pembentukan enzim reduktase ini membutuhkan waktu yang lama, sehingga laju pengambilan nitrat sangat lambat pemanfaatannya. Selain itu, kurangnya cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga proses fotosintetis terhambat mengingat pada saat itu telah memasuki musim penghujan sehingga sering terjadi mendung.
Data kecerahan air pada minggu ke 2 – 4 adalah berkisar antara 15 – 50 cm. Sebagaimana yang diketahui bahwa proses fotosintetis sangat membantu rumput laut dalam penyerapan unsur hara. Hal ini sesuai dengan pendapat Patanjai (2007) bahwa peningkatan proses fotosintetis akan menyebabkan proses metabolisme sehingga merangsang rumput laut untuk menyerap unsur hara yang lebih banyak, penyerapan unsur hara yang lebih banyak akan menunjang pertumbuhannya.
Selain cuaca mendung, proses fotosintetis juga terhambat karena sering terjadi kekeruhan perairan yang disebabkan oleh adanya sedimentasi dari daratan aktivitas galian yang dilakukan oleh PT. Esa Putlii Prakarsa Utama (benur kita) yang dibawa oleh aliran anak sungai, terlebih lagi pada saat turun hujan yang akhirnya diaduk oleh gelombang dan arus yang kuat. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Sulistidjo dan Atmadja (1992) bahwa faktor kekeruhan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Kekeruhan yang tinggi akan mengurangi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga laju fotosintetis akan menurun. Untuk budidaya rumput laut dibutuhkan perairan dengan tingkat kekeruhan rendah sepanjang tahun dan terhindar dari pengaruh sedimentasi atau intrusi air dari sungai.
Dari grafik tersebut terlihat bahwa laju pertumbuhan K. Striatum pada masing-masing-masing perlakuan meningkat tajam pada minggu pertama dan akhirnya menurun tajam pada minggu ke 2. Selanjutnya berfluktuasi relatif stabil dan sangat kecil hingga akhir penelitian.
Pada grafik tersebut juga terlihat kembali terjadi peningkatan laju pertumbuhan pada minggu ke IV dan VI. Ini disebabkan karena pemangsaan rumput laut oleh ikan tidak selamanya berdampak negatif. Sepanjang jumlah thallus yang dimakan tidak terlalu besar jumlahnya. Dengan mengamati tingkah laku ikan pemangsa pada saat memakan thallus dan kondisi thallus yang telah termakan, diperoleh hasil pengamatan bahwa ujung-ujung thallus yang telah termakan oleh ikan kembali bertunas banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Patanjai (2007) bahwa thallus yang dimakan ikan-ikan Siganus sp yang ukurannya kecil yang cara memakannya mencabik-cabik thallus. Fenomena ini merangsang thallus untuk bertunas banyak.
Sebagaimana nampak hal yang hampir sama pada jenis tumbuhan tertentu di darat yang bilamana diadakan pemangkasan cabang atau ranting, maka akan kembali tumbuh tunas dan cendrung lebih banyak. Karena hormon pertumbuhan yang banyak terletak pada bagian ujung cabang dan batang.
Sedangkan penurunan yang terjadi pada minggu ke-7 disebabkan karena rumput laut merupakan tanaman musiman sehingga pertumbuhan sel-sel mulai menurun seiring dengan bertambahnya umur tanaman.
Produksi
Data produksi rumput laut K. Striatum yang dibudidayakan dengan menggunakan pupuk dan tanpa pupuk berdasarkan penimbangan berat basah tiap ulangan dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Produksi rumput laut K. Striatum yang diperoleh pada akhir penelitian.
Perlakuan Produksi (g/m3) (rata-rata ± SD)
Pupuk 1425 ± 118,71
Tanpa pupuk 1398,75 ± 196,83
Ket: Huruf yang sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 (P>0,05)
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada kondisi yang sama terlihat perbedaan produksi antara keduanya dimana produksi dari rumput laut K. striatum yang dibudidayakan menggunakan pupuk sedikit lebih tinggi meskipun setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji-t-student ternyata tidak memberi pengaruh yang nyata. Hal ini disebabkan karena penambahan pupuk tidak sepenuhnya dimanfaatkan rumput laut. Kurangnya cahaya juga menjadi kendala utama. Sebagaimana diungkapkan oleh Geider (1992) bahwa jumlah dan mutu cahaya sangat berpengaruh dalam proses fotosintetis karena dapat memacu aktivitas pembelahan sel, sehingga terjadi proses pelebaran dan proses perpanjangan dimana pada akhirnya rumput laut cendrung bertumbuh. Fotosintetis berperan pula dalam penyerapan unsur hara. Produksi sangat erat kaitannya dengan laju pertumbuhan. Tingginya produksi disebabkan oleh laju pertumbuhan yang tinggi.
Kandungan Karagenan
Hasil perhitungan berat kandungan karagenan rumput laut K. striatum yang dibudidayakan dengan pupuk dan tanpa pupuk tiap minggunya dapat dilihat pada lampiran 4. sedangkan rata-rata persentase kandungan karagenan yang diperoleh pada akhir penelitian pada tabel 3.
Tabel 3. Persentase kandungan karagenan (%) rumput laut K. striatum yang diperoleh di setiap minggu pengukuran sebagai berikut:
Perlakuan Kandungan Karagenan (%) tiap minggu perlakuan
M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7
Pupuk 48 55 57 57,4 57,8 59,3 60,4
Tanpa pupuk 46,9 52,4 54 54,7 55,2 58,2 59,8
Pada tabel tersebut didapatkan bahwa kandungan karagenan rumput laut K. striatum yang dibudidayakan dengan pupuk pada akhir pemeliharaan sebesar 60,4 % sedangkan kandungan karagenan rumput laut yang dibudidayakan tanpa pupuk sebesar 59,8 %. Tampak tidak terdapat perbedaan yang jauh antara rumput laut yang menggunakan pupuk dengan yang tidak menggunakan pupuk. Hal ini disebabkan karena pupuk yang diberikan sebagai unsur hara tidak termanfaatkan sepenuhnya oleh rumput laut untuk membentuk karagenan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Papalia (1997) bahwa ketersediaan unsur hara erat kaitannya dengan pembentukan karagenan pada dinding sel rumput laut.
Rendahnya kandungan karagenan yang diperoleh disebabkan karena terhambatnya proses fotosintetis selama penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mayunar (1989) bahwa kualitas dan kuantitas cahaya matahari yang masuk dalam perairan dapat menambah pigmen fitoentrim pada rumput laut sehingga meningkatkan kandungan karagenan pada rumput laut yang dibudidayakan.
Selain itu, kurangnya penyerapan unsur hara selama penelitian juga merupakan faktor yang menyebabkan rendahnya persentase karagenan yang diperoleh. Sesuai yang dikemukakan oleh Aslan (1998) bahwa salah satu kerugian yang disebabkan oleh ombak yang cukup deras adalah tanaman kesulitan menyerap nutrisi (makanan) yang berguna bagi pertumbuhan dan pembentukan karagenan.
Hasil penelitian Dawes et al (1974) menunjukkan nilai kadar karaginan yang tinggi pada musim panas, yaitu laju fotosintetis tinggi dan kadar (nitrogen) rendah. Sebaliknya pada musim semi kadar karaginan rendah, sementara kondisi lingkungan optimal bagi pertumbuhan rumput laut dan pasokan nutrien relatif tinggi.
Persentase kandungan karaginan yang diperoleh dalam penelitian ini sudah melebihi standar untuk keperluan perdagangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulistijo (2002) bahwa kualitas tanaman rumput laut Euchema sp selama penanaman menunjukkan bahwa tanaman berumur 6 minggu atau setengah bulan sudah memberikan mutu yang memenuhi syarat untuk keperluan industri karaginan. Mutu standar untuk perdagangan rumput laut minimal 30%.
Kualitas Air
Nitrat
Anonim (2006) menyatakan bahwa nitrogen sebagian besar berasal dari difusi udara, sehubungan dengan jumlahnya yang besar di atmosfer (78 % dari total gas). N2 dapat difikasasi secara langsung oleh jenis tumbuhan air tertentu, sehingga masuk ke dalam siklus N di perairan. Fiksasi N2 juga terjadi oleh adanya kilat pada saat hujan, sehingga terbentuk NO (nitrit oxide) yang lebih lanjut membentuk NO3- (nitrit acid) dan terbawa hujan masuk ke perairan.
Novizan (2000) bahwa pupuk Nitrogen (nitrat) di dalam larutan menyebabkan tanaman akan tumbuh dengan pesat dengan demikian produksinya meningkat.
Kadar nitrat yang diperoleh dari hasil pengukuran selama penelitian yaitu antara 0,35-2,06 pada area budidaya yang menggunakan pupuk serta di area budidaya yang tidak menggunakan pupuk berkisar antara 0,2 – 0,84 ppm. Menurut Chu (1943 dalam Rasyid, 2001) bahwa kisaran nitrat terendah untuk pertumbuhan alga yaitu 0,3 – 0,9 ppm dan untuk pertumbuhan optimum pada kisaran 0,91 – 3,5 ppm. Dari situ diketahi bahwa nitrat yang diperoleh masih di bawah batas optimum.
Fosfat
Odum (1996), menyatakan bahwa fosfor merupakan bagian protoplasma yang penting dan cendrung beredar, senyawa-senyawa organik terurai dan akibatnya menghasilkan fosfat yang kembali tersedia bagi tumbuhan. Reservoir yang besar dari fosfat bukanlah udara, melainkan batu-batuan atau endapan-endapan lain yang telah terbentuk pada abad-abad ekologis yang lalu dan secara berangsur-angsur terkikis melepaskan fosfat ke ekosistem-ekosistem.
Berdasarkan data yang diperoleh, kandungan fosfat diperoleh dari hasil pengukuran selama penelitian berkisar antara 0,16 – 0,59 ppm pada area budidaya yang menggunakan pupuk sedangkan diarea budidaya yang tidak menggunakan pupuk berkisar antara 0,16 – 0,59 ppm.
Kandungan fosfat sedimen dipengaruhi karakter serta ukiran butiran sedimen dimana hal itu dapat mempengaruhi porositas dan daya serap butiran sedimen terhadap posfat (Yulianto dan Arafah, 1998). Udy dan Dennison (1996) menambahkan bahwa kapasitas sedimen kalsium karbonat dalam menyerap fosfat sangat dipengaruhi oleh ukuran sedimen dimana sedimen yang halus mempunyai kapasitas penyerapan paling tinggi.
Kecepatan Arus
Pergerakan air akan membantu menyebarkan nutrien dalam air dan menyebabkan pengadukan air yang dapat mencegah kenaikan suhu yang tinggi. Bila gerakan air kurang maka endapan-endapan akan menutupi permukaan thallus tanaman sehingga menyebabkan kurangnya intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman untuk melakukan fotosintetis dan menyebabkan adanya kompetisi dalam menyerapan makanan sehingga pertumbuhan tanaman menjadi rendah (Patanjai, 2007).
Kecepatan arus yang diperoleh dari hasil pengukuran selama penelitian berkisar antara 0,21 – 0,49 m/dtk. Nilai tersebut merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan rumput laut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hadiwegono (1990) bahwa kecepatan arus yang cukup untuk budidaya rumput laut sekitar 0,2 – 0,4 m/dtk, dimana rumput laut membutuhkan pergerakan air membantu mempercepat proses absorbsi unsur hara.
Ditambahkan oleh Ahda (2005), yang menyatakan bahwa pergerakan air memecahkan lapisan atas dan mengosongkan air di sekitar tanaman sehingga proses difusi meningkat, yaitu proses masuknya nutrien ke dalam sel-sel tanaman dan keluarnya sisa-sisa metabolisme. Pergerakan air dapat pula membersihkan tanaman dari kotoran yang menempel sehingga tidak menghalangi proses fotosintetis.
Pertukaran arus sangat penting dalam penyaluran unsur hara, membersihkan kotoran yang menempel, pertukaran gas dan oksigen terlarut. Namun gerakan air yang terlalu keras akan membahayakan kelangsungan hidup rumput laut K. alvarezii (Sudjihamo, 2001).
Kecerahan
Semakin jauh jarak yang dapat ditembus cahaya matahari, semakin luas daerah yang memungkinkan terjadinya fotosintetis. Nilai kecerahan di lokasi penelitian berkisar antara 0,6 – 1,10 m. Nilai tersebut termasuk dalam kondisi yang tidak layak bagi pertumbuhan rumput laut, karena bila kecerahan tinggi berarti pengadukan di perairan tersebut rendah sehingga proses fotosintetis berlangsung baik.
Akan tetapi kondisi ini hanya bertahan pada minggu pertama saja, sedangkan saat memasuki minggu kedua sampai panen kecerahan perairan berkisar antara 0,1 – 0,3 m.
Menurut Kusnandar (2002) bahwa kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi sekitar 1,5 m cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut. Ditambahkan lagi oleh Atmadja dkk, (1998) bahwa kecerahan air yang baik untuk pertumbuhan rumput laut yang normal clan ideal 1 – 5 m (1996).
Tinggi Gelombang
Kesuburan lokasi tanaman sangat ditentukan oleh adanya gerakan air berupa arus ombak. Arus dan ombak merupakan alat yang baik bagi massa air sehingga menjadi homogen. Massa air yang homogen akan menghindari perbedaan yang tajam pada kelarutan oksigen, tempratur, salinitas dan lain-lain. disamping itu gerakan air juga merupakan alat pembersih terhadap sedimen dan efifit yang menumpuk pada tanaman.
Selain itu, menurut Bidwell (1997) bahwa fluktuasi dan aktifitas sel-el dalam rumput laut dapat terjadi dengan adanya pergerakan yang memungkinkan diakibatkan oleh gelombang sehingga menyebabkan perbedaan tipe dari polisakarida yang terdapat paa rumput laut. Disamping itu tingginya gelombang akan menyebabkan kerusakan pada sarana budidaya dan patahnya Thallus pada rumput laut.
Berdasarkan hasil pengukuran kisaran tinggi gelombang yang diperoleh selama penelitian yakni 10 – 130 cm. Nilai kisaran tersebut tidak sesuai dengan kisaran yang layak untuk mendukung kegiatan budidaya rumput laut.
Kadi dan Atmadja (1998) bahwa gelombang yang terlalu besar atau tinggi dapat menyebabkan thallus mudah patah yang selanjutnya mengurangi biomas/bobot tanaman pada saat panen.
Suhu
Suhu air suatu perairan dipengaruhi oleh komposisi substrat, kekeruhan, air hujan, luas permukaan perairan yang langsung mendapat sinar matahari. Serta perairan yang menerima air limpahan (Patanjai, 2007). Berdasarkan data yang diperoleh, suhu air selama penelitian berkisar antara 27 – 30 0C dan laju pertumbuhan mulai menurun pada suhu di bawah 20 0C dan di atas 30 0C.
Menurut Anonim (2008) bahwa rata-rata tempratur air laut sebaiknya berkisar 27 – 30 0C jika terjadi kenaikan tempratur yang tinggi akan terjadi adanya ulimentdan meliputi epiphyt, sehingga tanaman akan rontok. Untuk menghindari sanitasi yang tajam, sebaiknya lokasi tanaman jauh dari muara sungai untuk menghindari endapan lumpur.
Salinitas
Salinitas yang didapatkan dari hasil pengukuran selama penelitian berkisar antara 25 – 32 ppt. Menurut Sulistijo (2002) bahwa salinitas perairan pada lokasi budidaya sebaiknya dalam kondisi kadar garam air laut sekitar 24 – 32 ppt, dan pada salinitas 28 ppt merupakan batas limit untuk budidaya rumput laut jenis Kappaphycus sp. Odum (1996), menyatakan gambaran salinitas dapat berfluktuasi dan tergantung pada musim, tofografi, pasang surut dan jumlah air tawar yang masuk ke dalam suatu perairan.
Menurut Luning (1990) bahwa adanya perubahan salinitas pada habitat (supra dan eulitoral) rumpt laut akan menyebabkan turgor antara bagian dalam dan luar dinding sel rumput laut. Hal ini disebabkan oleh tinggi dan rendahnya salinitas yakni pada keadaan hiper dan hipoosmotik. Syafruddin (1993), penurunan dan peningkatan salinitas di atas batas optimum tidak menyebabkan kematian, tetapi mengakibatkan rumput laut kurang elastis, mudah patah dan pertumbuhannya akan terhambat.
Derajat Keasaman (pH)
Peseod (1973), menyatakan nilai pH dipengaruhi oleh fotosintetis, suhu dan respirasi. Nilai pH yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar 7,5 – 7,8. hal itu masih baik, sebagaimana yang dinyatakan Kadi dan Atmadja (1998), bahwa pH merupakan faktor lingkungan kimiawi air yang dapat menentukan baik buruknya pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezi yang dapat tumbuh dengan baik pada perairan dengan pH 7,3 – 8,2. Ditambahkan lagi oleh Kadarusman (2003), bahwa pH basa cocok untuk laju aktivitas mikroba yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik yang akan meningkatkan nitrogen sebagai unsur hara dalam bentuk NO3 yang diperlukan rumput laut.
V. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil peneltian yang diperoleh, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa rumput laut (Kappaphycus sp) dengan pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan karaginan.
Saran
Pemberian pupuk di perairan lepas (laut/pantai) untuk budidaya rumput laut dengan tujuan untuk memperoleh laju pertumbuhan, produksi dan kandungan karaginan yang lebih tinggi tidak dianjurkan, apalagi dalam kondisi alam yang ekstrim (seperti cuaca mendung, angin kencang, arus kuat dan gelombang yang besar) hal ini memberikan kerugian biaya produksi karena pupuk yang diberikan tidak sepenuhnya dimanfaatkan oleh rumput laut.
Seminar Hasil Penelitian Ilham Latif
L 22104 033
mas boleh liat gak literatur nya patanjai (2007)? perlu untuk penelitian.
BalasHapust`kasih
kaban
(groundesus@yahoo.com)
silahkan hubungi di nomor :
BalasHapus081342052020
salam
ilham latif
thanks bos.. Perikanan 07 UNSOED.
BalasHapusbisa gak liat literaturx/untuk referensi.
BalasHapusthanks sebelumx
bisa gak liat literaturnya untuk referensi penelitian,,, juga bisa gak minta jurnalnya...
BalasHapusboleh mas minta referensi jurnalnya... kirim ke emailku supardi1118@gmail.com
BalasHapussaya juga boleh minta semua literaturnya gak, mohon bantuannya kirimke alamat email saya dhynie121193@gmail.com
BalasHapus